Bandung, 27 Maret 2001 15:10
Ratusan juta rupiah uang milik 30 TKI (Tenaga Kerja Indonesia), amblas digondol Ibrahim, seorang calo tenaga kerja ke Brunei Darussalam. Ibrahim sendiri kabur entah kemana.Kecewa atas perbuatan Ibrahim, ke 30 TKI asal Bandung dan Cianjur ini, melaporkan hal tesrebut ke Mapolresta Bandung Tengah Selasa, didampingi tim dari Forum Studi dan Advokasi Sosial (FSAS), dibawah pimpinan Aam Abdussalam.Peristiwa itu bermula ketika dua bulan lalu, sebanyak 30 calon TKI mendaftarkan diri ke panitia penerimaan TKI, di SMIP Sandy Putra Jl Malabar Bandung, yang bekerjasama dengan Ibrahim, seorang calo tenaga kerja yang hingga kini tidak diketahui beralamat dimana.Setiap TKI membayar uang pendaftaran sebesar Rp 7,5 juta. Mereka dijanjikan akan berangkat ke Brunei pada bulan Pebruari 2001. Namun sampai batas waktu yang ditentukan mereka belum juga berangkat. Akhirnya mereka mempertanyakan hal itu ke pihak SMIP Sandy Putra dan menerima jawaban bahwa uang mereka akan dikembalikan oleh Ibrahim tanggal 25 Pebruari.Namun pada tanggal itu pun Ibrahim tidak muncul, hingga mereka meminta bantuan FSAS untuk melaporkan hal tersebut ke pihak kepolisian. Menurut Koordinator FSAS Aam Abdussalam, para TKI berharap agar aparat segera menangkap Ibrahim dan memeriksa pihak SMIP Sandy Putra.Aam menilai, tindakan Ibrahim dan SMIP Sandy Putra merupakan tindakan penipuan yang melanggar hukum. "Kami meminta agar aparat bertindak cepat supaya para TKI tidak merasa resah", ujar Aam seraya menambahkan, ke 30 TKI ini rata-rata para penganggur lulusan SLTA yang sangat membutuhkan pekerjaan.
************************
Jum'at, 23 Agustus 2002
N U S A N T A R A
Dewan Janjikan Selidiki Kasus KKN Gubernur Nuriana Bandung, Sinar HarapanDPRD Jabar berjanji untuk mempergunakan hak penyelidikan berkaitan dengan dugaan kasus KKN yang melibatkan Gubernur Jabar HR Nuriana. Janji ini disampaikan oleh Ketua Komisi A DPRD Jabar Rahadi Zakaria saat melakukan dialog dengan aktivis dari Forum Studi dan Advokasi Sosial (Forsas) Bandung.Dalam dialog yang diada-kan di Ruang Rapat Komisi A, Kamis (22/8), Koordinator For-sas Aam Abdussalam menyerahkan bukti-bukti indikasi penyimpangan dana APBD tahun anggaran 1999-2000 yang diduga melibatkan Nuriana. Menariknya, penyimpangan APBD dari Pos 2.14 dan 2.15 tersebut dimaksudkan untuk penanganan kasus KKN.”Besarnya dana yang disimpangkan mencapai Rp 192,8 miliar,” ungkap Aam. Dana tersebut mengalir ke rekening di Bank Jabar milik sejumlah pejabat penting di lingkungan Pemprov Jabar. Di antaranya senilai Rp 200 juta yang masuk ke dua rekening bank milik pejabat teras di Bappeda Jabar, AW, yang saat itu masih menjabat sebagai Asisten Tatapraja.Kemudian, dana sebesar Rp 595 juta yang mengalir ke rekening ASW, seorang pejabat penting di Biro Kepegawaian, Rp 236 juta yang masuk ke dua rekening bank milik AN, pejabat di lingkungan Biro Perlengkapan, serta Rp 375 juta ke rekening pejabat Biro Hukum berinisial EDK.Di samping itu, senilai Rp 209,5 juta yang mengalir ke rekening milik pejabat Biro Otda ES, Rp 43,4 juta yang dimasukkan ke rekening pejabat Setda Biro Umum berinisial IP, Rp 20 juta yang masuk ke rekening pejabat Biro Hukum AAN, Rp 15 juta ke rekening pejabat Biro Perekonomian AR, Rp 5 juta ke pejabat Biro Organisasi serta Rp 10 juta ke rekening pejabat DPRD I berinisial DRH.Menurut Aam, ada 3 bentuk penyimpangan penggunaan dana yang berasal dari Pos 2.14 dan 2.15 tersebut. Pertama, penyimpangan terhadap kriteria peraturan yang berlaku sebanyak 5 kasus, kemudian 3 kasus penyimpangan yang mengganggu asas kehematan. Yang terakhir adalah 3 kasus yang mengakibatkan tidak tercapainya program yang direncanakan.Aam menyatakan dalam kurun waktu 3 tahun ini tidak ada tanda-tanda keseriusan dari aparat penegak hukum untuk menuntaskan kasus tersebut. Itulah sebabnya Aam menyerahkan bukti-bukti indikasi kasus KKN itu kepada DPRD Jabar dengan harapan dapat ditindaklanjuti.Menanggapi keinginan tersebut, Rahadi menyatakan pihaknya akan mempergunakan hak penyelidikan. ”Apalagi bukti-bukti itu merupakan data penting bagi kami untuk dapat melakukan penyelidikan,” ujar Rahadi. Rahadi mengatakan tidak menutup kemungkinan dewan akan memanggil sejumlah pejabat penting di jajaran Pemprov Jabar yang diindikasikan terlibat untuk dimintai keterangannya. (dio)
Copyright © Sinar Harapan 2002
DTI Desak Pemerintah Hentikan Krisis Beras
DIPONEGORO, (Galamedia ).-Pemerintah diminta untuk segera menghentikan krisis beras dan menurunkan harga bahan makanan pokok yang saat ini melangit. Sebab itu, pemerintah harus memiliki kebijakan dengan melakukan koordinasi lintas instansi yang memihak kepada petani.Demikian diungkapkan Ketua Dewan Tani Indonesia (DTI) Jabar, Aam Abdussalam di tengah-tengah aksi unjuk rasa di Gedung Sate, Jln. Diponegoro Bandung, Selasa (6/3).DTI juga meminta agar pemerintah menolak liberalisasi pertanian karena hal itu dinilai merugikan petani sendiri. Sebab yang diuntungkan dari liberalisasi pertanian itu hanyalah para cukong dan tengkulak yang mengatasnamakan petani.Pemerintah juga, kata Aam, diminta segera melakukan reformasi di tubuh Bulog sebagai lembaga pengatur stabilisasi harga dan distribusi beras. Dengan demikian, akan tercipta Bulog yang cepat dan efektif dalam penanganan setiap persoalan perberasan nasional.Ia menambahkan, untuk keluar dari krisis beras semua upaya tak akan berhasil tanpa adanya political will dari pemerintah dalam mendorong semua lini masyarakat guna mewujudkan ketahanan pangan sebagai kesepahaman bersama.Pencapaian swasembada beras, masih kata Aam, dapat ditempuh melalui pendekatan peningkatan produktivitas lahan yang didukung perbaikan infrastruktur pengairan.Ancaman kelaparanMenurut Aam, kelangkaan beras dengan harga tinggi membuat rakyat kecil menjerit. Pemandangan antrean rakyat yang membeli beras terjadi di setiap daerah dan menjadi ancaman kelaparan terhadap bangsa ini. "Ini sangat ironi jika terjadi karena negeri Indonesia memiliki tanah air yang subur," katanya.Aam menjelaskan, krisis beras pernah terjadi jauh sebelum negara ini merdeka, yakni pada 1655 dan 1847. Pada 1847 bahkan untuk pertama kalinya impor dilakukan dari Saigon dan Cina untuk mengantisipasi kenaikan yang waktu itu mencapai 200%. Krisis beras terjadi pula pada masa pemerintahan Presiden Soekarno, kemudian saat ini."Jika permasalahan ini tidak diantisipasi secara sungguh-sungguh, misalnya pertumbuhan penduduk tidak diimbangi dengan produktivitas pangan, masalah beras ini akan menjadi masalah terus," kata Aam. (B.83)**
Tinjau Kebijakan Raskin
Tinjau Kebijakan Raskin
Kupang, Kompas - Bantuan pengadaan beras untuk rakyat miskin atau raskin di Nusa Tenggara Timur sebaiknya ditinjau kembali. Sebab, kebijakan itu telah merusak mental dan semangat sejumlah petani untuk mengolah lahan.
Sebaiknya raksin diprioritaskan bagi warga yang benar-benar kesulitan pengadaan pangan dan tinggal di areal lahan kritis. Demikian ditegaskan Kepala Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Nusa Tenggara Timur (NTT) Piet Muga di Kupang, Jumat (9/3). Menurut dia, program pendistribusian raskin dengan harga Rp 1.000 per kg per kepala keluarga bagi petani secara keseluruhan sangat merugikan produksi pertanian di areal sentra produksi. "Di NTT, para petani yang tinggal di sentra-sentra produksi, seperti di Mbay dan sejumlah daerah sentra produksi di Manggarai, Ngada, dan Timor Tengah Utara, dibagikan raskin. Sebelum program raskin itu ada, petani di daerah-daerah sentra produksi itu rajin bekerja dan menanam padi. Tetapi, sejak ada program raskin, mereka malas bekerja. Ini sangat berbahaya," kata Muga.
Sejumlah areal pertanian potensial yang selama ini dikenal sebagai sentra produksi padi tidak digarap lagi oleh petani, dengan alasan akan mendapatkan beras bantuan. Ada ratusan bahkan ribuan hektar lahan sawah di NTT yang tidak digarap sejak tiga tahun terakhir ini.
Areal persawahan pun ditinggalkan, apalagi pertanian lahan kering yang hanya mengandalkan hujan. Para petani benar-benar sudah jenuh mengolah lahan pertanian dengan alasan selalu gagal panen akibat kekeringan.
Di Bandung, Ketua Pengurus Dewan Tani Indonesia Wilayah Jawa Barat Aam Abdussalam kemarin mengingatkan, untuk mewujudkan ketahanan beras di Indonesia, perlu ada kemauan politik (political will) pemerintah. Dalam kaitan itu, Perum Bulog dan Departemen Pertanian perlu bersinergi menjalankan kebi- jakan yang berpihak kepada petani. (KOR/JON)